Kamis, 23 Februari 2017

DETEKSI DAN PERAWATAN HIV/AIDS (VCT & CST)



MAKALAH


“MANAJEMEN HIV/AIDS”

DETEKSI DAN PERAWATAN HIV/AIDS
(VCT & CST)










Disusun Oleh:

Yan Deivita
NIM: 711530115032





D-IV KEBIDANAN TINGKAT II
SEMESTER IV (GENAP)
TAHUN AJARAN 2016/2017




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

HIV kepanjangan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitunvirus jenis retrovirus yang hidup dan berkembang dalam tubuh manusia dan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh.
AIDS kepanjangan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrom, yaitu sekumpulan gejalah penyakit yang timbul akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh yang didapat. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV.
Jumlah kasus HIV dan AIDS dalam sepuluh tahun terakhir secara umum meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan makin banyaknya masyarakat yang sadar dan melakukan tes HIV.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Kementrian Kesehatan Sigit Priohutomo, mengatakan meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia layaknya fenomena gunung es. Namun fenomena tersebut perlahan tapi pasti mulai terangkat. Menurutnya, hal tersebut juga tidak terlepas dari pergeseran target program deteksi dini dan skrining. Dulu, kata Sigit, yang dites hanya kelompok kunci, yang diduga mengidap HIV.
Menurut data Kemenkes, sejak tahun 2005 sampai September 2015, terdapat kasus HIV sebanyak 184.929 yang didapat dari laporan layanan konseling dan tes HIV. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (38.464 kasus), diikuti Jawa Timur (24.104 kasus), Papua (20.147 kasus), Jawa Barat (17.075 kasus) dan Jawa Tengah (12.267 kasus).
Kasus HIV Juli-September 2015 sejumlah 6.779 kasus. Faktor risiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (46,2%), penggunaan jarum suntik tidak steril (3,4%), dan LSL (Lelaki Sesama Lelaki) (24,4%).
Sementara, kasus AIDS sampai September 2015 sejumlah 68.917 kasus. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus AIDS tahun 2015 didapatkan tertinggi pada usia 20-29 tahun (32,0%), 30-39 tahun (29,4%), 40-49 tahun (11,8%), 50-59 tahun (3,9%), kemudian 15-19 tahun (3%).
Kasus AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987. Sampai September 2015, kasus AIDS terbesar di 381 (77%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Wilayah pertama kali ditemukan adanya kasus AIDS adalah Provinsi Bali. Sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling dan Test Sukarela (KTS) HIV?
2.      Apakah tujuan dari VCT?
3.      Apa yang menjadi alasan dilakukannya VCT?
4.      Apa pengertian dari Care, Support and Treatment (CST)?
5.      Apa pengertian dari Anti Retroviral Therapy (ART)?
6.      Bagaimanakah CST melalui Highly Active ART (HAART)?
7.      Bagaimanakah CST melalui perawatan paliatif dan perawatan rumah?

C.    Tujuan dan Manfaat

1.      Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen HIV/AIDS, serta untuk meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai deteksi dan perawatan HIV/AIDS, khususnya mengenai Voluntary Counseling Testing (VCT) dan Care, Support and Treatment (CST).

2.      Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari makalah ini, diantaranya:
a.       Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai definisi dari Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling dan Test Suksrela (KTS) HIV;
b.      Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai tujuan VCT;
c.       Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai alasan dilakukannya VCT;
d.      Pembaca dapat mengetahui dan memahami pengertian dari Care, Support and Treatment (CST);
e.       Pembaca dapat mengetahui dan memahami pengertian dari Anti Retroviral Therapy (ART);
f.       Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai CST melalui Highly Active ART (HAART);
g.      Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai CST melalui perawatan paliatif dan perawatan rumah;

























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling Dan Test Sukarela (KTS) HIV

1.      Definisi VCT

VCT kepanjangan dari Voluntary Counseling Testing, yaitu:
a.       V (Voluntary) : Klien melakukan tes HIV secara sukarela, tanpa ada paksaan
b.      C (Counseling) : Konselor membantu klien siap tes/ memilih tidak tes dan siap menerima hasil tes
c.       T (Testing) : Tes darah untuk mengetahui status HIV klien (positif atau negative) HIV.
VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepda ODHA, keluarga dan lingkungannya.
Layanan test HIV dan konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary Counseling and Testing). Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan adanya antibodi HIV di dalam sampel darah.  Tes HIV bersifat sukarela dan rahasia. Sebelum melakukan tes HIV, akan dilakukan konseling untuk mengetahui tingkat risiko infeksi dari perilaku selama ini dan bagaimana nantinya harus bersikap setelah mengetahui hasil tes HIV. Untuk tes cepat dapat juga digunakan tes usapan selaput lendir mulut (Oraquick).
Jadi, VCT adalah konseling tes HIV sebagai upaya untuk memberikan dukungan secara psikologis dan emosional yang dapat dilakukan melalui dialog personal antara sesorang ‘konselor’ dan seorang ‘klien’ atau antara seorang konselor bersama klien dan pasangan (couple counceling).
VCT (Voluntary Counselling and Testing ) diartikan sebagai Konseling dan Tes Sukarela (KTS) HIV. Konseling HIV dan AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia antara klien dan konselor yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan mengambil keputusan berkaitan HIV dan AIDS.
VCT terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a.       Konseling sebelum testing HIV
b.      Testing HIV
c.       Konseling setelah testing HIV
Proses konseleing termasuk evaluasi resiko personal peneluran HIV, fasilitas pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuain diri ketika klien memperoleh hasil tes HIV positif.
Testing HIV adalah pengambilan darah untuk pemeriksaan HIV yang dapat dilakukan dirumah sakit, klinik, labolatorium dan lembaga swadaya masyarakat yang menyediakan pelayanan VCT.

1)      Syarat tes HIV (VCT) pada klien adalah:
a)      Tes harus dilaksanakan dengan sepengetahuan dan dengan izin dari pasien.
b)      Pasien harus paham mengetahui HIV/AIDS sebelum tes dilaksanakan.
c)      Konseling duberikan pada pasien sebelum tes untuk membantu pasien membuat pertimbangan yang bijaksana sebelum memutuskan: mau dites atau tidak.
d)     Tes HIV harus dirahasiakan oleh dokter dan konselor. Hasilnnya tidak boleh dibocorkan kepada orang lain kecuali oleh pasien.
e)      Seteah tes, konseling harus diberikan lagi agar pasien dapat memahami hasil tes dan untuk membantu pasien mennyusun rencana sert tes dan untuk membantu pasien mennyusun rencana serta langkah-langkah selanjutnya sesuai hasil tes.

2)      Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dlam konselig VCT:
a)      Pasien akan mendapatkan pengetahuan mengenai HIV dan AIDS.
b)      Pasien bisa menceritakan permasalahan yang dihadapi.
c)      Konselor akan membantu untuk mencari jalan keluar atau membantu menentukan keputusan, dalam hal ini tentang HIV/AIDS.
d)     Konseling sifatnya menjelaskan pilihan pasien.
e)      Orang yang memberikan konseling tidak boleh memaksakan kehendak atau nilai-nilai pribadi pada pasien.
f)       Dalam konseling, kerahasiaan pasien harus dijunjung tinggi.
g)      Jika konselor atau dokter harus mendiskusikan permaslahan pasien ke konselor atau doker lain, sifatnya adalah pembahsan kasus dan bukan tentang pribadi pasien.
3)      Konseling dalam VCT ini dimaksudkan memberikan informasi factual dan dukungan kepada ODHA dan keluarganya,karena itu diperlukan materi-materi yaitu (Depkes,2003):
a)      Kebutuhan primer untuk mencegah infeksi dan infeksi ulang.
b)      Informasi dasar tentang infeksi HIV dan penyakit terkait dan cara penularan.
c)      Penilaian tingkat risiko infeksi HIV.
d)     Mengkaji kemungkinan sumber infeksi klien.
e)      Informasi khusus untuk menurunkan risiko dengan perubahan perilaku berisiko.


2.      Waktu Dilakukannya VCT

VCT perlu dilakukan bila seseorang merasa kawatir atau takut akan tertular HIV dikerenakan:
a.       Perilaku beresiko dengan berganti-ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom.
b.      Pernah tertular IMS atau penyakit kelamin lebih dari dua kali.
c.       Menggunkan jarum suntik secra bergantian atau tidak steril.
d.      Pernah menrima trnfusi darah tanpa melalui proses pemeriksaan(screening).



B.     Tujuan VCT
VCT mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.      Upaya pencegahan HIV/AIDS;
2.      Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV;
3.      Upaya pengembangan perubahan prilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
Sedangkan menurut KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional), VCT bertujuan untuk membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua layanan informasi, edukasi, terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga kebutuhan akan informasi akurat dan tepat dan dicapai. Sehingga proses berfikir, perasaan dan prilaku dapat di arahkan keperilaku yang lebih sehat yaitu melalui:
1.      Penyediaan dukungan psikologis, seperti dukungan yang terkait dengan kesejahteraan emosi psikologis, sosial dan spiritual ODHA.
2.      Pencegahan peneluran HIV dengan menyediakan informasi mengenai perilaku beresiko dan membantu dalam pengembangan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktik yang lebih aman.
3.      Memastikan efektifitas rujukan kesehatan,terapi dan perawatan melalui pemecahan masalah kepatuhan berobat.

C.    Alasan Dilakukan VCT

1.      Karena merupakan pintu masuk (entry point) ke seluruh layanan HIV/AIDS (akses ke berbagai pelayanan);
2.      Karena VCT menjadi salah satu bentuk dukungan, baik yang hasil testnya positif/negative, dengan berfokus pada dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan prilaku, dukungan mental, pemahaman factual dan terkini atas HIV/AIDS, dukungan terapi ARV & perawatan (CST);
3.      Karena dengan VCT dapat mengurangi stigma & diskriminasi di masyarakat;
4.      Karena VCT mencangkup pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik maupun mental;
5.      Karena dengan VCT dapat pemberdayaan ODHA melalui training, KDS (meningkatkan kwalitas hidup ODHA).
Adapun fungsi VCT adalah sebagai berikut:
1.      Pencegahan HIV.
Dengan VCT diperoleh pendejatan pencegahan penyakit yaitu dengan mempromosikan perubahan perilaku seksual untuk menurunkan penularan HIV.Menawarkan untuk mencari tahu status HIV dan perencanaan hidup bagi yang terkena HIV,juga pencegahan pada keluarganya.
2.      Pintu masuk menuju terapi dan perawatan
Dengan interfensi yang amandan efektif untuk pencegahan peneluran HIV ibu-anak.Membantu untuk konseling kepatuhan berobat agar rutinitas pemakaian obat terjaga dan mencegah terjadinya resistensi obat.
3.      VCT dilakukan sebagai penghormatan atas hak asasi manusia dari sisi kesehtan masyarakat,kerena infeksi HIV mempunyai dampak serius bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

D.    Pengertian Care, Support and Treatment (CST)
CST (Care, Support, and Treatment) yaitu perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA yang merupakan program lanjutan dari VCT. CST bertujuan  agar ODHA dapat hidup lebih lama secara positif, berkualitas dan memiliki aktifitas social dan ekonomi yang normal seperti anggota masyarakat lainnya.
CST merupakan suatu layanan medis, psikologis, dan sosial yang terpadu dan berkesinambungan dalam menyelesaian masalah terhadap ODHA selama perawatan dan pengobatan. Akselerasi upaya CST akan maksimal jika disinergikan dengan upaya pencegahan penularan dari ODHA sendiri.


Dalam akselerasi upaya CST, pemerintah, praktisi kesehatan, LSM, serta elemen lainnya harus bekerjasama dalam peningkatan akses pendanaan, perencanaan yang mapan dan penataan manajement program untuk mempercepat langkah global penanggulangan HIV/AIDS jangka panjang.

E.     Pengertian Anti Retroviral Therapy (ART)
ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA dengan menggunakan  obat anti HIV (ARV=AntiRetroviral) yang berfungsi  mengubah HIV dari penyakit yang mematikan menjadi ‘’Penyakit Kronis’’ .
Anti Retroviral Therapy (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Karena HIV adalah Retrovirus, obat ini biasa disebut sebagi obat Anti Retroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun ART dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan begitu juga penyakit HIV.
Tujuan utama dari ART adalah untuk menjaga jumlah HIV di dalam tubuh pada tingkat yang rendah, dan mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka penyakit dan kematian akibat HIV dan pengidap HIV dapat meningkatkan mutu hidupnya.
Program ART adalah bagian dari respons yang lebih luas terhadap HIV/AIDS dan harus melengkapi program yang sudah ada. Program ART mendukung upaya pencegahan dengan mendorong warga yang berprilaku beresiko tinggi untuk menggunakan layanan konseling dan test. Program ART dalam pelayanan komprehensif perawatan, dukungan dan perawatan ODHA harus memperkuat sistem kesehatan Nasional serta layanan kesehatan dasar untuk menjamin layanan efektif dari perawatan dan pengobatan HIV/AIDS secara paripurna. Pelayanan ini terintegrasi kedalam layanan kesehatan tersedia disemua tingkat daerah kabupaten/kota ataupun propinsi dan nasional.



F.     CST melalui Highly Active ART (HAART)
HAART adalah singkatan dari Highly Activ ART, yaitu terapi anti retroviral sangat aktiv yang direkomendasikan pada semua pasien stadium IV tanpa memperdulikan jumlah CD4 mereka,dan direkomendasikan pada pasien stadium I,II,III, dengan jumlah CD4 dibawah 200 sel/mm3.
1.      Jenis-jenis obat ART
Ada tiga golongan obat yang sudah dipakai secara luas yaitu
a.       Golongan NRT(Nucleoside Reverse Transcriptase), berfungsi untuk menghambat replikasi DNA virus.Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini , diantaranya :
1)      AZT(Axidiothymidine)/ZDV(Zidovudine).
2)      3TC(Lamivudin).
3)      D4T(Stavudine).
4)      Tenofir.
b.      Golongan NNRTI(Non Nucleoside Reverse Transcriptase),mempunyai fungsi yang smaa dengan NRTI tetapi dengan cara yang berbeda.Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini, diantaranya:
1)      EFV(Efavirenz)
2)      NVP(Nevirapine)
3)      DRV(Delavirdine)
c.       Golongan PI (Protease Inhibitor),berfungsi memotong virus baru dengan potongan khusus sehingga tidak dapat dirakit menjadi virus yang siap bekerja.Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini,diantayanya:
1)      NFV(Nevinavir).
2)      IDV(Indinavir).
3)      RTV(Ritonavir).
4)      APV(Amprenavir).
5)      TAZ(Atazanavir).
6)      LPV(Lopinavir).



2.      Efek samping obat ART
Sebagian besar orng yang memakai obat anti HIV akan mengalami efek samping.Banyaknya efek samping yang akan dialami,bergantung dari jumlah obat dan berat tubuh penderita.Semakin banyak jenis obat yang di minum dan semakin kecil berat tubuh penderita,maka semakin besar efek smping yang akan didapat.Jenis efek samping yang lazim terjadi diantaranya:
a.       Kelelahan
b.      Anemia
c.       Masalah pencernaan
d.      Masalah kulit
e.       Masalah tulang
f.       Neuropati(kerusakan syaraf)
g.      Lipodistrofi
h.      Toksisitas mitocondria(kerusakan sel)

3.      Resistensi
Resistensi obat adalah suatu kondisi obat dimana virus HIV dapat terus menggandakan diri sementara memakai suatu obat,maka virus HIV akan resistan terhadap obat tersebut.Resistensi silang(Cross resistant) yaitu HIV yang bermutasi dan menjadi resisten terhadap lebih dari satu jenis obat.Terdapat tiga jenis resistensi:
a.       Resistensi klinis, HIV tetap menggandakan diri dalam tubuh walaupun sedang menggunkan ARV
b.      Resistensi fenotipe, HIV tetap menggandakan diri dalam tabung setelah ARV diberikan
c.       Resistensi genotipe, kode genetik HIV mempunyai mutasi yang terkait dengan resistensi terhadap obat





4.      Kepatuhan ART
Kepatuhan dalam ART berhubangan erat dengan disiplin pribadi yang tinggi untuk menghindari resistensi obat. Dalam ART terdapat lima kepatuhan, yaitu:
a.       Patuh dengan jenis obat yang tepat
b.      Patuh dengan cara minum yang tepat
c.       Patuh dengan waktu minum yang tepat
d.      Patuh dengan dosis yang tepat
e.       Patuh dengan masa kerapian tepat


G.    CST melalui Perawatan Paliatif dan Perawatan Rumah
Perawatan paliatif adalah perawatan penunjang yang berpusat pada kenyamanan pasien, meringankan penderitaan serta meningkatkan mutu hidupnya. Perawatan paliatifmemiliki karakteristik :
1.      Berpusat pada pasien dan keluarga.
2.      Meningkatkan mutu hidup dengan mengawali, mencegah dan mengobati penderita.
3.      Menghadapi kebutuhan fisik, mental, emosi, sosial dan spiritual.
4.      Menggunakan pendekatan tim dengan membangun hubungan yang saling menghormati dan jujur.
5.      Memudahkan otonomi pasien, informasi dan pilihan.
Perawatan ODHA Di Rumah adalah yang terbaik, karena :
1.      Merasa lebih nyaman sehingga mengurangi stress dan mendukung sistem kekebalan tubuh.
2.      Di rumah sakit terdapat banyak kuman, sehingga akan membahaya ODHA dengan kekebalan lemah.
3.      Biaya perawatan yang lebih rendah.



Perawatan ODHA di rumah dapat dilakukan, bila :
1.      Tidak membutuhkan peralatan canggih.
2.      Tersedia air dan kamar mandi.
3.      Rumah mudah untuk dibersihkan dan tetap bersih.
Perawatan ODHA di rumah dapat dimulai dengan :
1.      Melibatkan si ODHA.
2.      Membentuk tim perawatan, termasuk mengatur tim perawatan dan pembuatan catatan perawatan.
3.      Peranan pembuatan mengenai penanganan pakaian, makanan, pembuangan limbah dan pemeliharaan hewan peliharaan jika ada.
4.      Keterlibatan perawatan/dokter.
5.      Pembekalan yang dibutuhkan, termasuk pelatihan dasar mengenai HIV/AIDS untuk keluarga, dan penyediaan sarana perlindungan dari tertularnya HIV.

H.    Deteksi Dini HIV/AIDS
Tes HIV sebaiknya dilakukan oleh orang mencurigai dirinya tertular HIV tanpa harus menunggu kemunculan gejala-gejala HIV. Umumnya, virus HIV baru akan terdeteksi dalam tubuh empat minggu setelah terjadi pajanan terhadap virus ini. Tes ini sangat penting karena sebagian pengidap kadang tidak menyadari bahwa di tubuh mereka telah terserang virus HIV.
1.      Daftar Kelompok orang yang dikategorikan berisiko mengidap HIV :
a.       Mengidap TB, hepatitis atau penyakit menular seksual seperti herpes, sifilis, klamidia, trikomoniasis, atau gonore.
b.      Memiliki lebih dari satu pasangan seksual.
c.       Melakukan hubungan seksual tanpa pengaman seperti kondom dengan orang yang latar belakang seksualnya tidak diketahui dengan pasti.
d.      Berhubungan seksual dengan pengguna narkoba.
e.       Pernah menyuntikkan obat-obatan atau berbagi alat suntik dengan orang lain.
f.       Memiliki ibu yang mengidap HIV.
g.      Hamil di luar rencana.
h.      Pernah menerima transfusi darah yang kesterilannya diragukan.
2.      Bagaimana Cara Tes Deteksi HIV :
Untuk bisa melakukan Tes Deteksi HIV/AIDS, kita perlu ke rumah sakit atau lembaga memberikan yang memberikan layanan tes HIV.
Paket Tes yang umumnya di berikan adalah :
a.       Deteksi infeksi menular seksual (IMS)
b.      Konseling sebelum tes HIV
c.       Tes HIV
d.      dan, Konseling setelah tes HIV.

3.      Terdapat beberapa Jenis Tes Untuk Mendeteksi HIV, antara lain:
a.       Tes PCR
Tes reaksi berantai polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia.Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT).PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada atau tidaknya DNA virus.Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif.Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi.Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya.Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodi HIV yang murah dan akurat. Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut.
b.      Tes antibodi HIV
Tes antibodi HIV akan mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urin. Sejak tahun 2002, telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia. Sampel dari tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji (test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua pita berwarna ungu kemerahan. Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif harus dikonfirmasi kembali dengan ELISA. Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut adalah Western blot.
c.       Tes antigen HIV.
Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi.Pada tahap awal infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah.Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal.Tes ini jarang digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi terhadap HIV terbentuk.
Jika hasil tes Anda negatif, Anda dapat terus melakukan tindakan pencegahan seperti menggunakan kondom saat berhubungan seksual dan tidak berbagi alat pribadi seperti jarum suntik.Jika hasil tes Anda positif, Anda dapat segera berkonsultasi untuk mendapatkan terapi yang tepat. Makin cepat HIV terdeteksi, maka makin panjang usia harapan hidup yang dapat diupayakan.










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
VCT (Voluntary Counselling and Testing ) diartikan sebagai Konselling dan Tes Sukarela (KTS) HIV. Konseling HIV dan AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia antara klien dan konselor yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan mengambil keputusan berkaitan HIV dan AIDS.
VCT bertujuan untuk membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua layanan informasi, edukasi, terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga kebutuhan akan informasi akurat dan tepat dan dicapai.
Adapun fungsi VCT adalah sebagai berikut:
1.      Pencegahan HIV.
2.      Pintu masuk menuju terapi dan perawatan
3.      VCT dilakukan sebagai penghormatan atas hak asasi manusia dari sisi kesehtan masyarakat,kerena infeksi HIV mempunyai dampak serius bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
CST (Care, Support, and Treatment) yaitu perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA yang merupakan program lanjutan dari VCT. CST bertujuan  agar ODHA dapat hidup lebih lama secara positif, berkualitas dan memiliki aktifitas social dan ekonomi yang normal seperti anggota masyarakat lainnya.
ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA dengan menggunakan  obat anti HIV (ARV=AntiRetroviral) yang berfungsi  mengubah HIV dari penyakit yang mematikan menjadi ‘’Penyakit Kronis’’.
HAART adalah singkatan dari Highly Activ ART, yaitu terapi anti retroviral sangat aktiv yang direkomendasikan pada semua pasien stadium IV tanpa memperdulikan jumlah CD4 mereka,dan direkomendasikan pada pasien stadium I,II,III, dengan jumlah CD4 dibawah 200 sel/mm3.
Perawatan paliatif adalah perawatan penunjang yang berpusat pada kenyamanan pasien, meringankan penderitaan serta meningkatkan mutu hidupnya.

B.     Saran
Kasus HIV Juli-September 2015 sejumlah 6.779 kasus. Faktor risiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (46,2%), penggunaan jarum suntik tidak steril (3,4%), dan LSL (Lelaki Sesama Lelaki) (24,4%).
Sementara, kasus AIDS sampai September 2015 sejumlah 68.917 kasus. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus AIDS tahun 2015 didapatkan tertinggi pada usia 20-29 tahun (32,0%), 30-39 tahun (29,4%), 40-49 tahun (11,8%), 50-59 tahun (3,9%), kemudian 15-19 tahun (3%).
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Kementrian Kesehatan Sigit Priohutomo, mengatakan meningkatnya jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia layaknya fenomena gunung es. Namun fenomena tersebut perlahan tapi pasti mulai terangkat. Menurutnya, hal tersebut juga tidak terlepas dari pergeseran target program deteksi dini dan skrining. Dulu, kata Sigit, yang dites hanya kelompok kunci, yang diduga mengidap HIV.
Oleh karena itu, disini peran kita sebagai masyarakat khususnya tenaga kesehatan untuk senantiasa aktif dalam pencegahan dan penanganan HIV/AIDS di lingkungan kita. Agar kedepannya jumlah penderita HIV/AIDS dapat berkurang bahkan hilang, demi mewujudkan kehidupan yang sehat dan sejahtera.







DAFTAR PUSTAKA

BOOKLET HIV & AIDS. BKKBN. 2011
http://m.metrotvnews.com/read/2015/11/30/196222/jumlah-kasus-hiv-aids-di-indonesia-meningkat
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=403
Katiandagho, Desmon. 2015. EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS. In Media : Bogor
Nursalam, dkk. 2007. Asuhan Keperwatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Salemba Medika : Jakarta
www.aidsindonesia.or.id
www.kebijakanaidsindonesia.net
 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar