MAKALAH
“MANAJEMEN HIV/AIDS”
DETEKSI DAN
PERAWATAN HIV/AIDS
(VCT & CST)
Disusun
Oleh:
Yan
Deivita
NIM: 711530115032
D-IV KEBIDANAN TINGKAT II
SEMESTER IV (GENAP)
TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
HIV kepanjangan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitunvirus
jenis retrovirus yang hidup dan berkembang dalam tubuh manusia dan dapat
melemahkan sistem kekebalan tubuh.
AIDS kepanjangan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrom,
yaitu sekumpulan gejalah penyakit yang timbul akibat melemahnya sistem
kekebalan tubuh yang didapat. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV.
Jumlah kasus HIV dan AIDS dalam
sepuluh tahun terakhir secara umum meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan
makin banyaknya masyarakat yang sadar dan melakukan tes HIV.
Direktur Pengendalian Penyakit
Menular Kementrian Kesehatan Sigit Priohutomo, mengatakan meningkatnya jumlah
kasus HIV dan AIDS di Indonesia layaknya fenomena gunung es. Namun fenomena
tersebut perlahan tapi pasti mulai terangkat. Menurutnya, hal tersebut juga
tidak terlepas dari pergeseran target program deteksi dini dan skrining. Dulu,
kata Sigit, yang dites hanya kelompok kunci, yang diduga mengidap HIV.
Menurut data Kemenkes, sejak tahun
2005 sampai September 2015, terdapat kasus HIV sebanyak 184.929 yang didapat
dari laporan layanan konseling dan tes HIV. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di
DKI Jakarta (38.464 kasus), diikuti Jawa Timur (24.104 kasus), Papua (20.147
kasus), Jawa Barat (17.075 kasus) dan Jawa Tengah (12.267 kasus).
Kasus HIV Juli-September 2015
sejumlah 6.779 kasus. Faktor risiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan
seks tidak aman pada heteroseksual (46,2%), penggunaan jarum suntik tidak
steril (3,4%), dan LSL (Lelaki Sesama Lelaki) (24,4%).
Sementara, kasus AIDS sampai
September 2015 sejumlah 68.917 kasus. Berdasarkan kelompok umur, persentase
kasus AIDS tahun 2015 didapatkan tertinggi pada usia 20-29 tahun (32,0%), 30-39
tahun (29,4%), 40-49 tahun (11,8%), 50-59 tahun (3,9%), kemudian 15-19 tahun
(3%).
Kasus AIDS di Indonesia ditemukan
pertama kali pada tahun 1987. Sampai September 2015, kasus AIDS terbesar di 381
(77%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Wilayah pertama kali ditemukan adanya
kasus AIDS adalah Provinsi Bali. Sedangkan yang terakhir melaporkan adalah
Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
definisi dari Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling dan Test
Sukarela (KTS) HIV?
2. Apakah
tujuan dari VCT?
3. Apa
yang menjadi alasan dilakukannya VCT?
4. Apa
pengertian dari Care, Support and Treatment (CST)?
5. Apa
pengertian dari Anti Retroviral Therapy (ART)?
6. Bagaimanakah
CST melalui Highly Active ART (HAART)?
7. Bagaimanakah
CST melalui perawatan paliatif dan perawatan rumah?
C.
Tujuan
dan Manfaat
1. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen HIV/AIDS, serta untuk meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai deteksi
dan perawatan HIV/AIDS, khususnya mengenai Voluntary Counseling Testing (VCT)
dan Care, Support and Treatment (CST).
2. Manfaat
Adapun
manfaat yang diharapkan dari makalah ini, diantaranya:
a. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami mengenai definisi dari Voluntary Counseling
Testing (VCT) atau Konseling dan Test Suksrela (KTS) HIV;
b. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami mengenai tujuan VCT;
c. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami mengenai alasan dilakukannya VCT;
d. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami pengertian dari Care, Support and Treatment
(CST);
e. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami pengertian dari Anti Retroviral Therapy (ART);
f. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami mengenai CST melalui Highly Active ART (HAART);
g. Pembaca
dapat mengetahui dan memahami mengenai CST melalui perawatan paliatif dan
perawatan rumah;
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Voluntary Counseling Testing (VCT) atau Konseling Dan Test Sukarela (KTS) HIV
1.
Definisi
VCT
VCT
kepanjangan dari Voluntary Counseling Testing, yaitu:
a. V
(Voluntary) : Klien melakukan tes HIV secara sukarela, tanpa ada paksaan
b. C
(Counseling) : Konselor membantu klien siap tes/ memilih tidak tes dan siap
menerima hasil tes
c. T
(Testing) : Tes darah untuk mengetahui status HIV klien (positif atau negative)
HIV.
VCT
adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV,
memberikan dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepda ODHA,
keluarga dan lingkungannya.
Layanan test HIV dan
konseling ini disebut sebagai VCT (Voluntary
Counseling and Testing). Tes HIV biasanya berupa tes darah untuk memastikan
adanya antibodi HIV di dalam sampel darah. Tes HIV bersifat sukarela dan
rahasia. Sebelum melakukan tes HIV, akan dilakukan konseling untuk mengetahui
tingkat risiko infeksi dari perilaku selama ini dan bagaimana nantinya harus
bersikap setelah mengetahui hasil tes HIV. Untuk tes cepat dapat juga digunakan
tes usapan selaput lendir mulut (Oraquick).
Jadi, VCT adalah konseling
tes HIV sebagai upaya untuk memberikan dukungan secara psikologis dan emosional
yang dapat dilakukan melalui dialog personal antara sesorang ‘konselor’ dan
seorang ‘klien’ atau antara seorang konselor bersama klien dan pasangan (couple
counceling).
VCT
(Voluntary Counselling and Testing ) diartikan
sebagai Konseling dan Tes Sukarela (KTS) HIV. Konseling HIV dan AIDS merupakan
komunikasi bersifat rahasia antara klien dan konselor yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan mengambil keputusan berkaitan HIV
dan AIDS.
VCT
terdiri dari tiga tahapan, yaitu :
a. Konseling
sebelum testing HIV
b. Testing
HIV
c. Konseling
setelah testing HIV
Proses
konseleing termasuk evaluasi resiko personal peneluran HIV, fasilitas
pencegahan perilaku dan evaluasi penyesuain diri ketika klien memperoleh hasil
tes HIV positif.
Testing
HIV adalah pengambilan darah untuk pemeriksaan HIV yang dapat dilakukan dirumah
sakit, klinik, labolatorium dan lembaga swadaya masyarakat yang menyediakan
pelayanan VCT.
1) Syarat
tes HIV (VCT) pada klien adalah:
a) Tes
harus dilaksanakan dengan sepengetahuan dan dengan izin dari pasien.
b) Pasien
harus paham mengetahui HIV/AIDS sebelum tes dilaksanakan.
c) Konseling
duberikan pada pasien sebelum tes untuk membantu pasien membuat pertimbangan
yang bijaksana sebelum memutuskan: mau dites atau tidak.
d) Tes
HIV harus dirahasiakan oleh dokter dan konselor. Hasilnnya tidak boleh
dibocorkan kepada orang lain kecuali oleh pasien.
e) Seteah
tes, konseling harus diberikan lagi agar pasien dapat memahami hasil tes dan
untuk membantu pasien mennyusun rencana sert tes dan untuk membantu pasien
mennyusun rencana serta langkah-langkah selanjutnya sesuai hasil tes.
2) Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dlam konselig VCT:
a) Pasien
akan mendapatkan pengetahuan mengenai HIV dan AIDS.
b) Pasien
bisa menceritakan permasalahan yang dihadapi.
c) Konselor
akan membantu untuk mencari jalan keluar atau membantu menentukan keputusan,
dalam hal ini tentang HIV/AIDS.
d) Konseling
sifatnya menjelaskan pilihan pasien.
e) Orang
yang memberikan konseling tidak boleh memaksakan kehendak atau nilai-nilai pribadi
pada pasien.
f) Dalam
konseling, kerahasiaan pasien harus dijunjung tinggi.
g) Jika
konselor atau dokter harus mendiskusikan permaslahan pasien ke konselor atau
doker lain, sifatnya adalah pembahsan kasus dan bukan tentang pribadi pasien.
3) Konseling
dalam VCT ini dimaksudkan memberikan informasi factual dan dukungan kepada ODHA
dan keluarganya,karena itu diperlukan materi-materi yaitu (Depkes,2003):
a) Kebutuhan
primer untuk mencegah infeksi dan infeksi ulang.
b) Informasi
dasar tentang infeksi HIV dan penyakit terkait dan cara penularan.
c) Penilaian
tingkat risiko infeksi HIV.
d) Mengkaji
kemungkinan sumber infeksi klien.
e) Informasi
khusus untuk menurunkan risiko dengan perubahan perilaku berisiko.
2.
Waktu
Dilakukannya VCT
VCT
perlu dilakukan bila seseorang merasa kawatir atau takut akan tertular HIV
dikerenakan:
a. Perilaku
beresiko dengan berganti-ganti pasangan seks tanpa menggunakan kondom.
b. Pernah
tertular IMS atau penyakit kelamin lebih dari dua kali.
c. Menggunkan
jarum suntik secra bergantian atau tidak steril.
d. Pernah
menrima trnfusi darah tanpa melalui proses pemeriksaan(screening).
B.
Tujuan
VCT
VCT mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Upaya
pencegahan HIV/AIDS;
2. Upaya
untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan mereka tentang
faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV;
3. Upaya
pengembangan perubahan prilaku, sehingga secara dini mengarahkan mereka menuju
ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta
membantu mengurangi stigma dalam masyarakat.
Sedangkan
menurut KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional), VCT bertujuan untuk
membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua layanan informasi,
edukasi, terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga kebutuhan akan informasi
akurat dan tepat dan dicapai. Sehingga proses berfikir, perasaan dan prilaku
dapat di arahkan keperilaku yang lebih sehat yaitu melalui:
1. Penyediaan
dukungan psikologis, seperti dukungan yang terkait dengan kesejahteraan emosi
psikologis, sosial dan spiritual ODHA.
2. Pencegahan
peneluran HIV dengan menyediakan informasi mengenai perilaku beresiko dan
membantu dalam pengembangan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk
perubahan perilaku dan negosiasi praktik yang lebih aman.
3. Memastikan
efektifitas rujukan kesehatan,terapi dan perawatan melalui pemecahan masalah
kepatuhan berobat.
C.
Alasan
Dilakukan VCT
1. Karena
merupakan pintu masuk (entry point) ke seluruh layanan HIV/AIDS (akses ke
berbagai pelayanan);
2. Karena
VCT menjadi salah satu bentuk dukungan, baik yang hasil testnya positif/negative,
dengan berfokus pada dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan prilaku,
dukungan mental, pemahaman factual dan terkini atas HIV/AIDS, dukungan terapi
ARV & perawatan (CST);
3. Karena
dengan VCT dapat mengurangi stigma & diskriminasi di masyarakat;
4. Karena
VCT mencangkup pendekatan menyeluruh baik kesehatan fisik maupun mental;
5. Karena
dengan VCT dapat pemberdayaan ODHA melalui training, KDS (meningkatkan kwalitas
hidup ODHA).
Adapun fungsi VCT adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan
HIV.
Dengan VCT diperoleh pendejatan pencegahan penyakit
yaitu dengan mempromosikan perubahan perilaku seksual untuk menurunkan
penularan HIV.Menawarkan untuk mencari tahu status HIV dan perencanaan hidup
bagi yang terkena HIV,juga pencegahan pada keluarganya.
2. Pintu
masuk menuju terapi dan perawatan
Dengan interfensi yang amandan efektif untuk
pencegahan peneluran HIV ibu-anak.Membantu untuk konseling kepatuhan berobat
agar rutinitas pemakaian obat terjaga dan mencegah terjadinya resistensi obat.
3. VCT
dilakukan sebagai penghormatan atas hak asasi manusia dari sisi kesehtan
masyarakat,kerena infeksi HIV mempunyai dampak serius bagi kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
D.
Pengertian
Care, Support and Treatment (CST)
CST (Care, Support, and Treatment) yaitu perawatan,
dukungan dan pengobatan bagi ODHA yang merupakan program
lanjutan dari VCT. CST bertujuan agar
ODHA dapat hidup lebih lama secara positif, berkualitas dan memiliki aktifitas
social dan ekonomi yang normal seperti anggota masyarakat lainnya.
CST merupakan suatu layanan medis, psikologis, dan
sosial yang terpadu dan berkesinambungan dalam menyelesaian masalah terhadap
ODHA selama perawatan dan pengobatan. Akselerasi upaya CST akan maksimal jika
disinergikan dengan upaya pencegahan penularan dari ODHA sendiri.
Dalam akselerasi upaya CST, pemerintah, praktisi kesehatan, LSM, serta
elemen lainnya harus bekerjasama dalam peningkatan akses pendanaan, perencanaan
yang mapan dan penataan manajement program untuk mempercepat langkah global
penanggulangan HIV/AIDS jangka panjang.
E.
Pengertian
Anti Retroviral Therapy (ART)
ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA
dengan menggunakan obat anti HIV
(ARV=AntiRetroviral) yang berfungsi
mengubah HIV dari penyakit yang mematikan menjadi ‘’Penyakit Kronis’’ .
Anti Retroviral Therapy (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan
beberapa obat. Karena HIV adalah Retrovirus, obat ini biasa disebut sebagi obat
Anti Retroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun ART dapat melambatkan
pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan begitu juga penyakit
HIV.
Tujuan utama dari ART adalah untuk menjaga jumlah HIV di dalam tubuh pada
tingkat yang rendah, dan mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka penyakit
dan kematian akibat HIV dan pengidap HIV dapat meningkatkan mutu hidupnya.
Program ART adalah bagian dari respons yang lebih luas terhadap HIV/AIDS
dan harus melengkapi program yang sudah ada. Program ART mendukung upaya
pencegahan dengan mendorong warga yang berprilaku beresiko tinggi untuk
menggunakan layanan konseling dan test. Program ART dalam pelayanan
komprehensif perawatan, dukungan dan perawatan ODHA harus memperkuat sistem
kesehatan Nasional serta layanan kesehatan dasar untuk menjamin layanan efektif
dari perawatan dan pengobatan HIV/AIDS secara paripurna. Pelayanan ini
terintegrasi kedalam layanan kesehatan tersedia disemua tingkat daerah
kabupaten/kota ataupun propinsi dan nasional.
F.
CST
melalui Highly Active ART (HAART)
HAART adalah singkatan dari Highly
Activ ART, yaitu terapi anti retroviral sangat aktiv yang direkomendasikan
pada semua pasien stadium IV tanpa memperdulikan jumlah CD4 mereka,dan
direkomendasikan pada pasien stadium I,II,III, dengan jumlah CD4 dibawah 200
sel/mm3.
1.
Jenis-jenis obat ART
Ada tiga golongan obat yang sudah dipakai secara luas yaitu
a. Golongan
NRT(Nucleoside Reverse Transcriptase), berfungsi untuk menghambat replikasi DNA
virus.Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini , diantaranya :
1) AZT(Axidiothymidine)/ZDV(Zidovudine).
2) 3TC(Lamivudin).
3) D4T(Stavudine).
4) Tenofir.
b. Golongan
NNRTI(Non Nucleoside Reverse Transcriptase),mempunyai fungsi yang smaa dengan
NRTI tetapi dengan cara yang berbeda.Jenis obat yang termasuk dalam golongan
ini, diantaranya:
1) EFV(Efavirenz)
2) NVP(Nevirapine)
3) DRV(Delavirdine)
c. Golongan
PI (Protease Inhibitor),berfungsi memotong virus baru dengan potongan khusus
sehingga tidak dapat dirakit menjadi virus yang siap bekerja.Jenis obat yang
termasuk dalam golongan ini,diantayanya:
1) NFV(Nevinavir).
2) IDV(Indinavir).
3) RTV(Ritonavir).
4) APV(Amprenavir).
5) TAZ(Atazanavir).
6) LPV(Lopinavir).
2.
Efek samping obat ART
Sebagian besar orng yang memakai obat anti HIV akan mengalami efek
samping.Banyaknya efek samping yang akan dialami,bergantung dari jumlah obat
dan berat tubuh penderita.Semakin banyak jenis obat yang di minum dan semakin
kecil berat tubuh penderita,maka semakin besar efek smping yang akan
didapat.Jenis efek samping yang lazim terjadi diantaranya:
a. Kelelahan
b. Anemia
c. Masalah
pencernaan
d. Masalah
kulit
e. Masalah
tulang
f. Neuropati(kerusakan
syaraf)
g. Lipodistrofi
h. Toksisitas
mitocondria(kerusakan sel)
3.
Resistensi
Resistensi obat adalah suatu kondisi obat dimana virus HIV dapat terus
menggandakan diri sementara memakai suatu obat,maka virus HIV akan resistan
terhadap obat tersebut.Resistensi silang(Cross resistant) yaitu HIV yang
bermutasi dan menjadi resisten terhadap lebih dari satu jenis obat.Terdapat
tiga jenis resistensi:
a. Resistensi
klinis, HIV tetap menggandakan diri dalam tubuh walaupun sedang menggunkan ARV
b. Resistensi
fenotipe, HIV tetap menggandakan diri dalam tabung setelah ARV diberikan
c. Resistensi
genotipe, kode genetik HIV mempunyai mutasi yang terkait dengan resistensi
terhadap obat
4.
Kepatuhan ART
Kepatuhan dalam ART berhubangan erat dengan disiplin pribadi yang tinggi
untuk menghindari resistensi obat. Dalam ART terdapat lima kepatuhan, yaitu:
a. Patuh
dengan jenis obat yang tepat
b. Patuh
dengan cara minum yang tepat
c. Patuh
dengan waktu minum yang tepat
d. Patuh
dengan dosis yang tepat
e. Patuh
dengan masa kerapian tepat
G.
CST
melalui Perawatan Paliatif dan Perawatan Rumah
Perawatan paliatif adalah perawatan penunjang yang berpusat pada
kenyamanan pasien, meringankan penderitaan serta meningkatkan mutu hidupnya.
Perawatan paliatifmemiliki karakteristik :
1.
Berpusat pada pasien dan keluarga.
2.
Meningkatkan mutu hidup dengan mengawali,
mencegah dan mengobati penderita.
3.
Menghadapi kebutuhan fisik, mental, emosi,
sosial dan spiritual.
4.
Menggunakan pendekatan tim dengan membangun
hubungan yang saling menghormati dan jujur.
5.
Memudahkan otonomi pasien, informasi dan
pilihan.
Perawatan ODHA
Di Rumah adalah yang terbaik, karena :
1.
Merasa lebih nyaman sehingga mengurangi stress
dan mendukung sistem kekebalan tubuh.
2.
Di rumah sakit terdapat banyak kuman, sehingga
akan membahaya ODHA dengan kekebalan lemah.
3.
Biaya perawatan yang lebih rendah.
Perawatan ODHA
di rumah dapat dilakukan, bila :
1.
Tidak membutuhkan peralatan canggih.
2.
Tersedia air dan kamar mandi.
3.
Rumah mudah untuk dibersihkan dan tetap bersih.
Perawatan ODHA
di rumah dapat dimulai dengan :
1.
Melibatkan si ODHA.
2.
Membentuk tim perawatan, termasuk mengatur tim
perawatan dan pembuatan catatan perawatan.
3.
Peranan pembuatan mengenai penanganan pakaian,
makanan, pembuangan limbah dan pemeliharaan hewan peliharaan jika ada.
4.
Keterlibatan perawatan/dokter.
5.
Pembekalan yang dibutuhkan, termasuk pelatihan
dasar mengenai HIV/AIDS untuk keluarga, dan penyediaan sarana perlindungan dari
tertularnya HIV.
H.
Deteksi
Dini HIV/AIDS
Tes HIV sebaiknya dilakukan oleh orang mencurigai dirinya tertular HIV
tanpa harus menunggu kemunculan gejala-gejala HIV. Umumnya, virus HIV baru akan
terdeteksi dalam tubuh empat minggu setelah terjadi pajanan terhadap virus ini.
Tes ini sangat penting karena sebagian pengidap kadang tidak menyadari bahwa di
tubuh mereka telah terserang virus HIV.
1.
Daftar Kelompok orang yang dikategorikan
berisiko mengidap HIV :
a. Mengidap
TB, hepatitis atau penyakit menular seksual seperti herpes, sifilis, klamidia,
trikomoniasis, atau gonore.
b. Memiliki
lebih dari satu pasangan seksual.
c. Melakukan
hubungan seksual tanpa pengaman seperti kondom dengan orang yang latar belakang
seksualnya tidak diketahui dengan pasti.
d. Berhubungan
seksual dengan pengguna narkoba.
e. Pernah
menyuntikkan obat-obatan atau berbagi alat suntik dengan orang lain.
f. Memiliki
ibu yang mengidap HIV.
g. Hamil
di luar rencana.
h. Pernah
menerima transfusi darah yang kesterilannya diragukan.
2.
Bagaimana Cara Tes Deteksi HIV :
Untuk bisa melakukan Tes Deteksi HIV/AIDS, kita perlu ke rumah sakit atau
lembaga memberikan yang memberikan layanan tes HIV.
Paket Tes yang umumnya di berikan adalah :
a. Deteksi
infeksi menular seksual (IMS)
b. Konseling
sebelum tes HIV
c. Tes
HIV
d. dan,
Konseling setelah tes HIV.
3.
Terdapat beberapa Jenis Tes Untuk Mendeteksi
HIV, antara lain:
a. Tes
PCR
Tes reaksi berantai polimerase (PCR)
merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat
mendeteksi keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia.Tes ini sering
pula dikenal sebagai tes beban virus atau tes amplifikasi asam nukleat (HIV
NAAT).PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa mendeteksi ada
atau tidaknya DNA virus.Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan
dengan metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif.Deteksi asam
nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi
terjadi.Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang baru
lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang
mahal dan tingkat kesulitan mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih
tinggi bila dibandingkan tes lainnya.Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa,
lebih sering digunakan tes antibodi HIV yang murah dan akurat. Seseorang yang
terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut.
b. Tes
antibodi HIV
Tes antibodi HIV akan mendeteksi
antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urin. Sejak tahun 2002,
telah dikembangkan suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi
HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva) manusia. Sampel dari tubuh
pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat
uji (test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan
muncul dua pita berwarna ungu kemerahan. Tingkat akurasi dari alat uji ini
mencapai 99.6%, namun semua hasil positif harus dikonfirmasi kembali dengan
ELISA. Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan
lanjut adalah Western blot.
c. Tes
antigen HIV.
Tes antigen dapat mendeteksi antigen
(protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi.Pada tahap awal infeksi HIV,
P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah.Tes
antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan
hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal.Tes ini jarang digunakan sendiri
karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi
terhadap HIV terbentuk.
Jika hasil tes Anda negatif, Anda dapat
terus melakukan tindakan pencegahan seperti menggunakan kondom saat berhubungan
seksual dan tidak berbagi alat pribadi seperti jarum suntik.Jika hasil tes Anda
positif, Anda dapat segera berkonsultasi untuk mendapatkan terapi yang tepat.
Makin cepat HIV terdeteksi, maka makin panjang usia harapan hidup yang dapat
diupayakan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
VCT (Voluntary Counselling and
Testing ) diartikan sebagai Konselling dan Tes Sukarela (KTS) HIV.
Konseling HIV dan AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia antara klien dan
konselor yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menghadapi stres dan
mengambil keputusan berkaitan HIV dan AIDS.
VCT bertujuan untuk membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua
layanan informasi, edukasi, terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga
kebutuhan akan informasi akurat dan tepat dan dicapai.
Adapun fungsi VCT adalah sebagai berikut:
1.
Pencegahan HIV.
2.
Pintu masuk menuju terapi dan perawatan
3.
VCT dilakukan sebagai penghormatan atas hak
asasi manusia dari sisi kesehtan masyarakat,kerena infeksi HIV mempunyai dampak
serius bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
CST (Care, Support, and Treatment) yaitu perawatan,
dukungan dan pengobatan bagi ODHA yang merupakan program lanjutan dari VCT. CST
bertujuan agar ODHA dapat hidup lebih
lama secara positif, berkualitas dan memiliki aktifitas social dan ekonomi yang
normal seperti anggota masyarakat lainnya.
ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA
dengan menggunakan obat anti HIV
(ARV=AntiRetroviral) yang berfungsi
mengubah HIV dari penyakit yang mematikan menjadi ‘’Penyakit Kronis’’.
HAART adalah singkatan dari Highly
Activ ART, yaitu terapi anti retroviral sangat aktiv yang direkomendasikan
pada semua pasien stadium IV tanpa memperdulikan jumlah CD4 mereka,dan
direkomendasikan pada pasien stadium I,II,III, dengan jumlah CD4 dibawah 200
sel/mm3.
Perawatan paliatif adalah perawatan penunjang yang berpusat pada
kenyamanan pasien, meringankan penderitaan serta meningkatkan mutu hidupnya.
B.
Saran
Kasus HIV Juli-September 2015
sejumlah 6.779 kasus. Faktor risiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan
seks tidak aman pada heteroseksual (46,2%), penggunaan jarum suntik tidak
steril (3,4%), dan LSL (Lelaki Sesama Lelaki) (24,4%).
Sementara, kasus AIDS sampai
September 2015 sejumlah 68.917 kasus. Berdasarkan kelompok umur, persentase
kasus AIDS tahun 2015 didapatkan tertinggi pada usia 20-29 tahun (32,0%), 30-39
tahun (29,4%), 40-49 tahun (11,8%), 50-59 tahun (3,9%), kemudian 15-19 tahun
(3%).
Direktur Pengendalian Penyakit
Menular Kementrian Kesehatan Sigit Priohutomo, mengatakan meningkatnya jumlah
kasus HIV dan AIDS di Indonesia layaknya fenomena gunung es. Namun fenomena
tersebut perlahan tapi pasti mulai terangkat. Menurutnya, hal tersebut juga
tidak terlepas dari pergeseran target program deteksi dini dan skrining. Dulu,
kata Sigit, yang dites hanya kelompok kunci, yang diduga mengidap HIV.
Oleh karena itu, disini peran kita sebagai
masyarakat khususnya tenaga kesehatan untuk senantiasa aktif dalam pencegahan
dan penanganan HIV/AIDS di lingkungan kita. Agar kedepannya jumlah penderita
HIV/AIDS dapat berkurang bahkan hilang, demi mewujudkan kehidupan yang sehat
dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
BOOKLET HIV & AIDS. BKKBN.
2011
http://m.metrotvnews.com/read/2015/11/30/196222/jumlah-kasus-hiv-aids-di-indonesia-meningkat
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=403
Katiandagho, Desmon. 2015. EPIDEMIOLOGI HIV-AIDS. In Media : Bogor
Nursalam, dkk. 2007. Asuhan
Keperwatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Salemba Medika : Jakarta
www.aidsindonesia.or.id
www.kebijakanaidsindonesia.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar